Home » » Persalinan Dan Klasifikasi Persalinan

Persalinan Dan Klasifikasi Persalinan

| 8:29 AM

2.2.4  Klasifikasi Persalinan Lama

a. Fase laten yang memanjang
Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada multipara merupakan keadaan abnormal (Hakimi, 2010). 
Fase laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara/primigravida dan 14 jam pada ibu multipara (Saifudin, 2009). 

Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
1. Cervix belum matang pada awal persalinan
2. Posisi janin abnormal
3. Disproporsi fetopelvik
4. Persalinan disfungsional
5. Pemberian sedatif yang berlebihan.

Cervik yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan kebanyakan cervix akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran. Sekalipun fase laten berlangsung lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi cervix yang normal ketika fase aktif dimulai. Meskipun fase laten itu menjemukan, tetapi fase ini tidak berbahaya bagi ibu atau pun anak (Hakimi, 2010).

Faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan servik yang buruk (missal tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efktif dan aman dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan (Saifudin, 2009).

b. Fase Aktif Memanjang Pada Primigravida
Pada primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi cervix. Laju yang kurang dari 1.2 cm perjam membuktikan adanya abnormalitas dan harus menimbulkan kewaspadaan dokter yang akan menolong persalinan tersebut (Hakimi, 2010).

Pemanjangan fase aktif menyertai :
1. Malposisi janin
2. Disproporsi fetopelvik
3. Penggunaaan sedaif dan analgesik secara sembrono
4. Ketudan pecah sebelum mulainya persalinan. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forceps-tengah, sectio caesarea dan cedera atau kematian janin.

Periode aktif yang memanjang dapat dibagi menjadi dua kelompok klinis yang utama :
a. Kelompok yang masih menunjukan kemajuan persalinan sekalipun dilatasi cervix berlangsung lambat.

b. Kelompok yang benar-benar mengalami penghentian dilatasi cervix.

c. Fase Aktif Memanjang Pada Multipara
Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam (rata-rata 2.5 jam) dan laju dilatasi cerviz yang kurang dari 1.5 cm per jam merupakan keadaan abnormal. Meskipun partus lama pada multipara lebih jarang dijumpai disbanding dengan primigravida, namun karena ketidakacuhan dan perasaan aman yang palsu, keadaan tersebut bisa mengakibatkan malapetaka. Kelahiran normal yang terjadi di waktu lampau tidak berarti bahwa kelahiran berikutnya pasti normal kembali. Pengamatan yang cermat, upaya menghindari kelahiran pervaginam yang traumatik dan pertimbangan secsio caesarea merupakan tindakan penting dalam pelaksanaan permasalahan ini (Hakimi, 2010).

 Berikut ini ciri – ciri partus lama multipara :
1. Insidennya kurang dari 1 persen
2. Mortalitas perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida dengan partus lama.
3. Jumlah bayi besar bermakna
4. Malpresentasi menimbulkan permasalahan
5. Prolapsus funiculi merupakan komplikasi perdarahan postpartum berbahaya.
6. Perdarahan postpartum berbahaya.
7. Ruptur uteri terjadi pada grande multipara.
8. Sebagian besar kelahirannya berlangsung spontan pervaginam
9. Ekstraksi forceps – tengah lebih sering dilakukan.
10. Angka section caesarea tinggi sekitar 25 persen (Hakimi, 2010).

d. Penurunan Bagian Terendah 
Begitu penurunan yang aktif dimulai pada akhir kala satu persalinan, proses ini harus terus berlangsung sepanjang perjalanan kala dua. Gangguan pada penurunan merupakan ancaman dan menunjukan adanya suatu permasalahan yang serius. Diagnosis didasarkan kepada petunjuk tidak adanya perubahan stasiun bagian terrendah janin selama waktu setidaknya 2 jam. 

Disproporsi cephalopelvik dan abnominal ketja uterus sering tampak setelah terjadi kemacetan penurunan. Section caesarea, forceps tengah, rotasi dengan forceps dan forceps yang gagal acapkali dijumpai menyertai masalah ini. Pada tindakan melahirkan pervaginam yang sulit, trauma maternal dan fetal sering terjadi (Hakimi, 2009). 

2.2.5   Persalinan lama dalam kala dua

Begitu cervik mencapai dilatasi penuh, jangka waktu sampai terjadinya kelahiran tidak boleh melampaui 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multipara. Pengalaman menakjubkan bahwa setelah batas waktu ini, morbiditas maternal dan fetal akan naik. Sekiranya terjadi gawat janin atau ibu, tindakan segera merupakan indikasi (Hakimi, 2010).

Kelainan kala II memanjang :
Tahap ini berawal saat pembukaan servik telah lengakap dan berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara, tetapi angka itu juga sangat bervariasi. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineum nya sudah melebar, 2 atau 3 kali setelah mengejan pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. 

Sebaliknya pada seorang ibu dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesi regional atau sedasi yang berat, maka kala II akan sangat dapat memanjang. Selain itu kala II dapat mengakibatkan banyak gerakan pokok yang penting agar janin dapat melewati jalan lahir. Selama ini terdapat aturan-aturan yang membatasi durasi kala II. Kala II persalinan pada nulipara di batasi 2 jam dan di perpanjang sampai 3 jam apabila di gunakan analgesia regional. Untuk multipara 1 jam batasanya di perpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesik regional. 

Pemahaman mengenai durasi normal persalinan manusia mungkin tersamar oleh banyaknya pariabel klinis yang mempengaruhi persalinan, rata-rata lama persalinan kala I dan II sekitar 9 jam pada nulipara, tanpa analgesi regional dan bahwa batas atas persentil 95 adalah 18.5 jam. Waktu yang serupa untuk ibu multipara adalah sekitar 6 jam dengan persentil 95 adalah 13,5 jam .

Setelah pembukaan lengkap sebagian ibu tidak bisa menahan ibu untuk mengejan atau mendorong setiap kali uterus berkontraksi. Biasanya mereka menarik nafas dalam, menutup glotis, dan melakukan kontraksi abdomen secara berulang dengan kuat dan menimbulkan peningkatan intra abdomen sepanjang kontraksi. Kombinasi gaya yang di timbulkan oleh kontraksi uterus dan abdomen akan menimbulkan dorongan janin ke bawah. Menuntun ibu yang bersangkutan untuk mengejan atau membiarkan mereka mengikuti keinginan mereka sendiri untuk mengejan, dilaporkan tidak memberikan manfaat (Saipuddin, 2010).

2.2.5.1  Etiologi

1. Disproporsi fetopelvik
a. Panggul kecil/sempit 
b. Anak besar 

2. Malpresentasi dan malposisi 

3. Persalinan tidak efektif 
a. Primary inefficient uterine contraction 
b. Kelelahan myometrium : intertia sekunder 
c. Cincin kontstriksi
d. Ketidakmampuan atau penolakan pasien untuk mengejan 
e. Anestesi berlebihan

4. Dystosia jaringan lunak 
a. Canalis vaginalis yang sempit 
b. Perineum kaku (Hakimi, 2010).

2.2.5.2  Bahaya persalinan lama 

a. Bagi Ibu 
Persalinan lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya cedera terus meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan: resiko tersebut naik dengan cepat setelah 24 jam. Terdapat kelainan pada insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan, dan syok. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu (Hakimi, 2010).

Komplikasi Ibu (Depkes, 2007).
1. Perdarahan 
2. Trauma/Cedera pada jalan lahir
3. Infeksi 
Infeksi Intrapartum 
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janin pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban bakteri didalam cairan amnion menembus dan menginvasi desidua serta pertumbuhan korion terjadi bacteri nemia dan sepsis pada ibu dan janin.

Ruptura Uteri 
Penipisan abnormal segment bawah uterus menimbulkan bahaya serius pada partus lama terutama pada ibu paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat sectio secarea apabila disporposi antara kepala janin dan panggul, sedemikian kepala tidak cakap engaged tidak terjadi penurunan segmen bawah uterus menjadi sangat tegang kemudian dapat menyebabkan ruptura.

Cincin Retraksi Patologi
Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontraksi cincin atau lokal uterus pada persalinan yang berkepanjangan tipe yang paling sering adalah tipe cincin patologis bandel yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai pergangan dan penipisan yang berlebihan segmen bawah uterus. 

Pembentukan Fistula
Apabila bagian bawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian janin lahir yang terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan, karena gangguan sirkulasi dapat terjadi nekrosis yang akan jelas setelah beberapa hari melahirkan dengan munculnya fistulla vesikovaginal, vesikoServikal, atau recktovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala II yang berkepanjangan. 

Cedera Otot-otot Dasar Panggul  
Suatu anggapan yang telah lama di pegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar panggul atau persapan yang tidak terletak pada persalinan pervaginam terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan dari kepala janin serta tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomi otot, saraf, dan jaringan ikat. 

b.  Bahaya bagi janin 

Kaput Suksedaneum 
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian bawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap, dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forcep biasanya kaput suksedaneum bahkan yang besar sekalipun akan menghilang dalam beberapa hari.

Molase pada Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih di sutura besar, suatu proses yang di sebut molase (molding moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan promontorium tumpang tindih dengan tulang di sebelahnya.’ hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong kebawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimmbulkan kerugian yang nyata. 

Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin semakin sering terjadi keadaan berikut ini : 

1. Cidera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forsep yang sulit.
2. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin ( Hakimi, 2010).

Komplikasi janin (Depkes, 2007).
1. Asfiksia berat 
2. Ekskoriasi kulit kepala
3. Sefalhematoma 
4. Perdarahan subgaleal dan icterus neonaturum berat
5. Nekrosis kulit kepala yang dapat menimbulkan alopesia dikemudian hari.

Share this article :

1 comments:

  1. How to Win at Baccarat | FEBCasino
    The game is very simple to play. The player takes a seat with 제왕카지노 the player sitting next to him in front หาเงินออนไลน์ of him. febcasino The dealer, the dealer and the

    ReplyDelete

Popular Posts

Comment

Random Post

Powered by Blogger.
 
Support : Kebidanan | Bidan | Seputar Kebidanan
Copyright © 2013. Kebidanan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger