Home » » Makalah Persalinan Normal

Makalah Persalinan Normal

| 3:51 AM

BAB I
PENDAHULUAN
   
1.1    LatarBelakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Kematian pada saat melahirkan biasanya menjadi  faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN.

Berdasarkan penelitian WHO, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi (AKB) di seluruh dunia tercatat sebesar 500.000 jiwa pertahun dan Kematian Bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa pertahun.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak diharapkan mampu menurunkan angka kematian. Indikator angka kematian yang berhubungan dengan ibu dan anak adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKABA), berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. (Kementrian Kesehatan RI,2011). Memasuki tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) telah menjadi sorotan terkait sulitnya mencapai target MDGs 2015. Salah satu target MDGs yang ingin dicapai adalah sasaran MDGs ke-5 yaitu menurunkan sampai dua per tiga rasio AKI dari tahun 1990. Target MDGs tahun 2015 yang ingin dicapai adalah menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2012)

Di Indonesia, pada tahun 2008, penyebab langsung kematian maternal terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28%. Sebab lain, yaitu eklampsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, dan abortus 5%.Kondisi Angka Kematian Bayi juga belum menggembirakan. Saat ini, Angka Kematian Bayi 34 per 1.000 kelahiran hidup dan terjadi penurunan dibandingkan dengan data SDKI tahun 2003, yakni 35 per 1.000 kelahiran hidup.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu penyumbang tertinggi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, estimasi jumlah kematian ibu di provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.229 jiwa, terbesar ke 2 setelah Jawa Timur. Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Barat mengalami penurunan dari tahun 2003 sampai 2007 yaitu pada tahun 2003 sebesar 321 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2007 AKI sebesar 81 per 100.000 kelahiran hidup. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,2011)

Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Bandung yaitu 68,6 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu hamil yang berusia ≥ 35 tahun yaitu sebanyak 3 kasus, kematian ibu bersalin yang berusia antara 20-34 tahun yaitu sebanyak 1 kasus dan kematian ibu nifas yang berusia antara 20-34 tahun sebanyak 3 kasus dan yang berusia ≥ 35 tahun yaitu sebanyak 1 kasus. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2012)
Angka kematian ibu dan bayi di Kota Bandung setiap tahun terus mengalami peningkatan yang cukup tajam. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung selama tahun 2007 tercatat angka kematian bayi mencapai 160 kasus dan angka kematian ibu sebanyak 20 kasus. Sedangkan pada tahun 2005, angka kematian ibu sebanyak 8 kasus dan angka kematian bayi sebanyak 126 kasus. Pada tahun 2012, Direktorat Bina Kesehatan Ibu memiliki enam rencana kegiatan prioritas, yaitu peningkatan pelayanan antenatal berkualitas, peningkatan persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, peningkatan pencegahan dan penanganan komplikasi maternal, peningkatan kualitas pelayanan KB, peningkatan kualitas kesehatan reproduksi, serta penguatan manajemen program kesehatan ibu dan reproduksi. (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

 Menurut Hughes (1972), partus presipitatus berakhir dengan pengeluaran janin dalamwaktu kurang dari 3 jam. Dengan menggunakan definisi ini, di Amerika Serikat selama tahun1998 teIjadi 79.933 kelahiran hidup (2 persen) yang mengalami penyulit partus presipitatus(Ventura dkk., 2000). 
Walaupun partus presipitatus yang didefinisikan demikian tersebut tidak  jarang, hanya sedikit publikasi yang membahas tentang efeknya pada ibu dan janin. Mahon dkk.(1994) melaporkan 99 persalinan yang berakhir dalam 3 jam setelah dimulainya his. Persalinansingkat, yang didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan serviks 5 cm/jam atau lebih untuk nulipara dan 10 cm/jam untuk multipara, menyertai solusio (20 persen), mekonium,perdarahan postpartum (20 persen), 

penyalahgunaan kokain, dan skor Apgar yang rendah. Sebagian besar (93 persen) wanita adalah multipara dan biasanya memperlihatkan kontraksi uterus yang lebihsering dari 2 menit sekali.
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktuyang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jamdinamakan parrus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatanhis. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviksuteri, vagina dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.

Partus Presipitatus merupakan persalinan yang lebih pendek dari 3
jam. Kadang-kadang pada multipara dan jarang sekali pada primipara  terjadi persalinan yang yang terlalu cepat sebagai akibat his yang kuat  dan kurangnya tahanan dari jalan lahir (Saifuddin, 2006).
Partus presipitatus adalah persalinan yang terlalu cepat yakni kurang
dari 3 jam. Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong
persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi
defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan
terjadi laserasi perineum (Mochtar, 1998).

Adalah persalinan berlangsung sangat cepat. Kemajuan cepat dari persalinan, berakhir kurang dari 3 jam dari awal kelahiran, dan melahirkan di luar rumah sakit adalah situasi kedaruratan yang membuat terjadi peningkatan resiko komplikasi dan/atau hasil yang tidak baik pada klien/janin. (Doenges, 2001).

Partus presipitatus yaitu persalinan yang sangat cepat-dapat terjadi akibat resistensi jaringan lunak jalan lahir yang terlalu kuat, atau yang sangat jarang, akibat tidak adanya rasa nyeri sehingga pasien tidak menyadari partusnya terlalu kuat.menurut Hughes (1972),
UPT Puskesmas Puter adalah salah satu instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan. Puskesmas tersebut memberikan pelayanan 24 jam untuk persalinan. UPT Puskesmas Puter berada di Jalan Puter No. 03Kota Bandung.

Berdasarkan latar belakang diatas maka kami mengambil judul “ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL CARE,POST NATAL CARE, BAYI BARU LAHIR PADA NY”E” G1P0A0 38-39MINGGU DENGAN PARTUS PRESIPITATUS DI UPT PUSKESMAS PUTER ”.

1.2    TujuanPenulisan
1.2.1    TujuanUmum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan intranatal dengan partus presipitatus, postnatal dan bayi baru lahir sesuai dengan pengkajian yang dilakukan.
1.2.2    Tujuan Khusus

a.    Mampu melakukan asuhan Kebidanan masa Intranatal dengan Partus Presipitatus
b.    Mampu melakukan asuhan Kebidanan masa Postnatal dengan Partus Presipitatus
c.    Mampu melakukan asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir dengan riwayat Partus Presipitatus

1.3    ManfaatPenulisan
1.3.1     Teoritis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan diharapkan, Dapat memberikan pengetahuan serta wawasan baru bagi bidan dimasa depan mengenai tindakan yang harus dilakukan untuk memberikan asuhan kebidanan intranatal, postnatal, bayi baru lahir.

1.3.2    Praktis
1.3.2.1    Bagi mahasiswa
Sebagai metode untuk menerapkan secara nyata dan berkesinambungan ilmu yang telah  diperoleh dalam memberikan asuhan kebidanan intranatal, postnatal dan bayi baru lahir.
1.3.2.2 Bagi STIKES Rajawali
Dapat memberikan gambaran dan perbandingan mengenai penerapan materi perkuliahan di lahan praktik.
1.3.2.3 Bagi UPT PUSKESMAS PUTER
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran tentang pelaksanaan asuhan kebidanan intranatal care padaNy. G.



BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 PERSALINAN
2.1.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan.
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit. (APN, 2007).
Pengkajian permulaan persalinan yaitu salah satu aspek yang paling penting pada penatalaksanaan dalam persalinan. Adapun tanda-tanda permulaan persalinan diantaranya his yang sering dan teratur, pembukaan atau dilatasi serviks, cairan amnion pecah, keluar lendir campur darah, sebab-sebab yang menimbulkan persalinan.
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin danuri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 1998).
Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada LBK dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar, 1998) Dan menurut Sarwono Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

2.1.2 Pembagian Waktu Persalinan
1.    Kala I
Fase laten sebelum kala satu aktif dan dapat berlangsung 6-8jam pada ibu primigravida untuk dilatasi serviks dari 0cm hingga 3-4cm dan kanal serviks memendek dari 3cm menjadi kurang dari 0,5cm. Kala satu aktif adalah saat ketika serviks mengalami dilatasi yang lebih cepat. Saat ini dimulai ketika serviks berdilatasi 3-4cm dan,jika terdapat kontraksi ritmik, kala satu aktif ini akan selesai jika serviks sudah mengalami dilatasi penuh (10cm). Fase transisional adalah kala persalinan ketika serviks berdilatasi dari sekitar 8cm sampai dilatasi penuh (atau hingga kontraksi ekspulsif yang terjadi pada kala dua mulai dirasakan oleh ibu).
Kala I dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. Proses ini terbagi dalam dua fase, yaitu :
a.    Fase Laten
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap, serviks membuka kurang dari 4 cm dan biasanya berlangsung kurang lebih 8 jam, kontraksi mulai teratur mulainya masih diantara 20-30 detik.Pencatatan Selama Kala I Fase Laten Persalinan selama fase laten, pengamatan dan pemeriksaanharusdicatat. Halini dapat dicatat secara terpisah, baik dicatatan kemajuan persalinan maupun di buku KIA atau Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan fase laten persalinan, semua asuhan dan intervensi harus dicatat. (JNPK-KR, 2008).
b.    Fase Aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat) memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih, serviks membuka dari 4 ke 10 biasanya dengan kecepatan 1 cm/jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara), dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. (Depkes RI, 2007).
Fase aktif dibagi menjadi tiga :
1.    Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2.    Fase dilatesi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
3.    Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari9 cm menjadi lengkap.

Fisiologi Kala I Persalinan
Lama persalinan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh paritas, interval kelahiran, status psikologis, presentasi dan posisi janin, bentuk dan ukuran pelvik maternal, serta karakteristik kontraksi uterus. Jelas sekali bahwa bagian terbesar persalinan adalah kala satu; fase aktif biasanya akan selesai dalam 6-12 jam. Ditemukan bahwa rata-rata lamanya fase aktif (dilatasi 4-10 cm) adalah 7,7 jam pada ibu primipara (tetapi dapat terjadi sampai 17,5 jam) dan 5,6 jam pada ibu multipara (dapat terjadi hingga 13,8 jam). Rata –rata ibu multipara membutuhkan waktu yang lebih lama di bandingkan ibu multipara, yang di perkirakan dapat mencapai kala II dengan lebih cepat.
2.    Kala II
Kala dua adalah saat keluarnya janin. Dimulai saat serviks sudah berdilatasi penuh dan ibu merasakan dorongan untuk mengejakn untuk mengeluarkan bayinya. Kala ini berakhir saat bayi lahir.
Kala duapersalinandimulaiketikapembukaanservikssudahlengkap (10 cm) danberakhirdenganlahirnyabayi. Prosesini biasanyaberlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.Kala dua disebut juga kala pengeluaran bayi.
Gejala dan tanda kala dua persalinan:
a.    Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b.    Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vaginanya
c.    Perineum menonjol
d.    Vulva-vagina dan spingter ani membuka
e.    Meningkatnya pengeluaran lendir dan nulipara umumnya bercampur sedikit darah
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira- kira 2- 3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
Karenatekanan pada rektum, ibu merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, perineum meregang. Dengan his yang terpimpin terlahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala 2 pada primi : 1 ½  – 2 jam, pada multi ½ - 1 jam.

3.    Kala III
Kala III adalah pemisahan dan keluarnya plasenta dan membran; pada kla tiga ini, juga dilakukan pengendalian perdarahan. Kala ini berlangsung dari lahirnya bayi sampai plasenta dan membran dikeluarkan.
Kala tiga persalinan disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga dan empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi).
Kala tiga persalinan dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. (Saifuddin, 2003).
a.    Fisiologi Kala III
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina. (JNPK-KR, 2008).
Tanda-tanda lepasnya placenta mencakup beberapa atau semua hal-hal dibawah ini :
1)    Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat.
2)    Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear dan fundus berada diatas pusat (seringkali mengarah kesebelah kanan).
3)    Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (Tanda Ahfeld).
4)    Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.


b.    Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan dilakukan manajemen aktif kala tiga.
Manajemen Aktif Kala III Terdiri Dari Tiga Langkah Utama:
1)    Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit partama setelah bayi lahir
2)    Melakukanpenegangantalipusatterkendali
3)    Masase fundus uteri. (Depkes, 2007).

4.    Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.
a.    Asuhandanpemantauankala IV :
Lakukan rangsangan taktil uterus untuk merangsang uterus berkontraksi lebih kuat dan baik
1)    Evaluasi tinggi fundus dengan meletakan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uteri setinggi atau beberapa jari dibawah pusat.
2)    Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
3)    Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi) perineum
4)    Evaluasi keadaan umum ibu
5)    Dokumentasi semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV dibagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikanatausetelahpenilaiandilakukan.
b.    MemeriksaKemungkinanPerdarahan dari Perineum
Perhatikan dan temukan penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan vagina.
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan :
1)    Derajat I : terdiri dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik.
2)    Derajat II : Derajat I ditambah dengan otot perineum. Dijahitmenggunakanteknikjelujur.
3)    Derajat III : Derajat II ditambah dengan otot sfingter ani.
4)    DerajatIV :Derajat III ditambahdengandindingdepanrektum.
Untuk derajat III dan IV penolong APN tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat III dan IV, segera rujuk.(Depkes, 2007).

2.2 Pengertian Partus Presipitatus
Adalah persalinan berlangsung sangat cepat. Kemajuan cepat dari persalinan, berakhir kurang dari 3 jam dari awal kelahiran, dan melahirkan di luar rumah sakit adalah situasi kedaruratan yang membuat terjadi peningkatan resiko komplikasi dan/atau hasil yang tidak baik pada klien/janin. (Doenges, 2001).

Partus presipitatus yaitu persalinan yang sangat cepat-dapat terjadi akibat resistensi jaringan lunak jalan lahir yang terlalu kuat, atau yang sangat jarang, akibat tidak adanya rasa nyeri sehingga pasien tidak menyadari partusnya terlalu kuat.menurut Hughes (1972), partus presipitatus berakhir dengan pengeluaran janin dalam waktu kurang dari 3 jam. Persalinan singkat, yang didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan serviks 5 cm/jam atau lebih untuk nulipara dan 10 cm/jam untuk multipara, menyertai solusio (20 persen), mekonium, perdarahan postpartum (20 persen), penyalahgunaan kokain, dan skor APGAR yang rendah. sebagian besar (93 persen) wanita adalah multipara dan biasanya memperlihatkan kontraksi uterus yang lebih sering dari 2 menit sekali.

2.2.1 Efek pada Ibu
Partus presipitatus jarang disertai penyulit serius pada Ibu apabila serviks sudah mengalami pendataran dan mudah membuka, vagina sudah mudah teregang sebelumnya, dan perineum dalam keadaan lemas (relaksasi).Sebaliknya, kontraksi uterus yang terlalu kuat disertai serviks yang panjangserta jalan lahir yang kaku, dan vagina, vulva atau perineum yang tidak teregang dapat menyebabkan ruptur uteri atau laserasi luas di serviks, vagina, vulva atau perineum.Dalam keadaan yang terakhir, emboli cairan ketuban yang langka itu besar kemungkinannya untuk terjadi. Uterus yang berkontraksi terlalu kuat sebelum janin lahir lebih besar kemungkinannya mengalami hipotonia setelah melahirkan disertai perdarahan dari tempat perlekatan plasenta sebagai akibatnya

2.2.2 Efek pada janin
Mortalitas dan morbiditas perinatal akibat partus presipitatus mungkin meningkat secara bermakna karena beberapa hal.Pertama, kontraksi uterus yang amat kuat dan sering dengan interval relaksasi yang sangat singkat akan menghalangi aliran darah uterus dan oksigenasi darah janin. Kedua, tahanan yang diberikan oleh jalan lahir terhadap proses ekspulsi kepala janin dapat menimbulkan trauma intrakranial meskipun keadaan ini seharusnya jarang terjadi. Ketiga, pada proses kelahiran yang tidak didampingi, bayi bisa jatuh ke lantai dan mengalami cedera atau memerlukan resusitasi yang tidak segera tersedia.

2.2.3 Penatalaksanaan
Kontraksi uterus spontan yang kuat dan tidak lazim, tidak mungkin dapat diubah menjadi derajat kontraksi yang bermakna oleh pemberian anastesi. Jika tindakan anastesi hendak dicoba, takarannya harus sedemikian rupa sehingga keadaan bayi yang akan dilahirkan itu tidak bertambah buruk dengan pemberian anastesi kepada ibunya. Penggangguan anastesi umum dengan preparat yang bisa mengganggu kemampuan kontraksi rahim, seperti haloton dan isofluran, seringkali merupakan tindakan yang terlalu berani. Tentu saja, setiap preparat oksitasik yang sudah diberikan harus dihentikan dengan segera. Preparat tokolitik, seperti ritodrin dan magnesium sulfat parenteral, terbukti efektif. Tindakan mengunci tungkai ibu atau menahan kepala bayi secara langsung dalam upaya untuk memperlambat persalinan tidak akan bisa dipertahankan. Perasat semacam ini dapat merusak otak bayi tersebut.

2.3 MASA NIFAS
2.3.1 Definisi Nifas
Masanifas (Puerperium) adalah mulai partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Prawirohardjo, 2005). Masa nifas yaitu masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama pada masa ini berkisar sekitar 6 – 8 minggu. (Bahiyatun, 2009)

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pascapersalinan. (Jannah, 2011)
      Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama setelah kelahiran. Lamanya “perode” ini tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara sampai 6 minggu walaupun merupakan masa relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh banyak perubahan fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit menganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi. (Williams, 2013).
1.    Aspek Anatomis, Fisiologis, dan Klinis
a.    Vagina dan Ostium Vagina
Pada awal masa nifas, vagina dan ostiumnya membentuk saluran yang berdinding halus dan lebar yang ukurannya b erkurang secara perlahan namun jarang kembali ke ukuran saat nulipara. Rugae mulai muncul kembali pada minggu  ketiga namun tidak semenonjol sebelumnya. Himen tinggal berupa potong-potongan kecil sisa jaringan, yang membentuk jaringan parut disebut carunculae myrtiformes.Epitel vagina mulai berproliferasi pada minggu ke-4 sampai ke-6, biasanya bersamaan dengan kembalinya produksi estrogen ovarium.Laserasi atau peregangan perineum selama pelahiran dapat menyebabkan relaksasi ostium vagina.Beberapa kerusakan pada dasar panggul mungkin tidak dapat dihindari, dan kelahiran merupakan predisposisi prolapsus uteri, inkontinensia uri dan alvi. Ini merupakan masalah yang mendapat perhatian besar pada saat ini dan didiskusikan .(Williams, 2013)
b.    Uterus
Pembuluh darah terdapatnya peningkatan aliran darah uterus masif yang penting untuk mempertahankan kehamilan, dimungkinkan oleh adanya hipertofi dan remondeling signifikan yang terjadi pada semua pembuluh darah pelvis.(Williams, 2013).
c.    Segmen serviks dan uterus bagian bawah
Selama persalinan, batas serviks bagian luar, yang berhubungan dengan ostium externum, biasanya mengalami laserasi, terutama di lateral.Pembukaan serviks berkontraksi secara perlahan dan selama beberapa hari setelah persalinan masih sebesar dua jari.Di akhir minggu pertama, pembukaan ini me nyempit, serviks menebal dan kanalis endoservikal kembali terbentuk.(Williams, 2013).
d.    Involusi uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus uteri yang berkontraksi tersebut terletak sedikit di bawah umbillikus.Bagian tersebut sebagian besar terdiri dari miometrium yang ditutupi oleh serosa dan dilapisi oleh desidua basalis. Dinding posterior dan anterior, dalam jarak yang terdekat, masing-masing tebalnya 4 sampai 5 cm. Segera setelah postpartum berat uterus menjadi kira-kira 1.000 g, karena pembuluh darah ditekan oleh miometrium yang berkontraksi, maka uteus pada bagian tersebut tampak iskemik di bandingkan dengan uterus hamil yang hiperemsis berwarna ungu-kemerahan.(Williams, 2013).

e.    Nyeri setelah melahirkan
Pada primipara uterus cenderung tetap berkontraksi secara tonik setelah pelahiran. Akan tetapi pada multipara , uterus sering berkontraksi dengan kuat pada inversal tertentu dan menimbulkan nyeri setelah melahirkan, yang mirip dengan nyeri pada saat persalinan tetapi lebih ringan. Nyeri ini semakin terasa sesuai dengan meningkatnya paritas dan menjadi lebih buruk ketika bayi menyusi, kemungkinan besar karena pelepasan oksitosin.Biasanya, nyeri setalah melahirkan berkurang intensitasnya dan menjadi lebih ringan pada hari ketiga.(Williams, 2013).
f.    Lokia
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan timbulnya duh vagina dalam jumlah yang beragam.Duh tersebut dinamakan lokia dan terdiri dari eritosit, potongan jaringan desidua, sel epitel, dan bakteri. Pada beberpa hari pertama setalah pelahiran, duh tersebut berwarna merah karena adanya darah dalam jumlah yang  cukup banyak. Lokia rubra setelah 3 atau 4 hari,lokia menjadi semakin pucat- lokia serosa setelah  kira-kira pada hari ke-10  karena campuran leukosit dan penurunan kandungan cairan, lokia berwarna putih atau putih kekuningan- lokia alba lokia bertahan selama 4 sampai 8 minggu setelah pelahiran (Williams, 2013).

2.3.2    Payudara dan Laktasi
1.    Kolostrum
Setelah pelahiran, payudara mulai menyekresi kolostrum, suatu cairan yang berwarna kuning lemon tua.Cairan ini biasanya keluar dari papila mammae pada hari kedua pascapartum. Dibandingkan dengan air susu biasa, kolostrum mengandung lebih banyak mineral dan asam amino. Kolostrum juga mengandung lebih banyak protein, sebagian besarnya adalah globulin, namun sedikit gula dan lemak. Sekresi berlanjut selama kira-kira 5 hari, dengan berubah secara perlahan menjadi air susu matang selama 4 minggu berikutnya. Kolostrum mengandung antibodi , dan immunoglobulin A (IgA) yang dikandungkan memberikan perlindungan bagi neonatus terhadap patogen enterik. Faktor pertahanan tubuh lainnya yang ditemukan dikolostrum dan susu mencakup komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim. (Williams, 2013).
a.    ASI
Air susu ibu (ASI) merupakan suspensi lemak dan protein dalam larutan karbonhidrat mineral. Ibu yang menyusui dapat dengan mudah menghasilkan 600 ml susu per hari, dan berat badan badan ibu sewaktu hamil tidak mempengharuhi kuantitas atau kualitasnya. Air susu bersifat isotonik terhadap plasma, dan setengah dari nilai tekanan osmotik di timbulkan oleh laktosa. (Williams, 2013).



2.3.3    Perawatan Ibu pada Masa Nifas
1.    Perawatan Puskesmas
Dalam jam pertama setelah pelahiran, tekanan darah dan nadi harus diperiksa setiap 15 menit, atau lebih sering jika ada indikasi. Jumlah perdarahan per vaginam diawasi, dan palpasi fundus untuk memastikan kontraksi yang baik.Jika teraba melemedema danmas, uterus harus dipijat melalui dinding abdomen sampai tetap berkontraksi.(Williams, 2013).
2.    Ambulasi Awal
Ibu turun dari tempat tidur dalam beberapa jam setelah pelahiran. Pendamping pasien harus ada selama paling kurang pada jam pertama, mungkin saja ibu mengalami sinkop. Keuntungan ambulasi awal yang terbukti mencakup komplikasi kandung kemih yang jarang terjadi dan yang .lebih jarang lagi, kontipasi.Ambulasi awal telah menurunkan frekuensi trombosit vena peurperal dan embolisme paru.(Williams, 2013).

3.    Perawatan Perineal
Ibu diberitahu untuk membersihkan vulva dari anterior ke posterior dari vulva ke arah anus. Aplikasi kantung es ke perineum dapat membantu mengurangi edema yang ketidaknyamanan selama beberapa jam pertama jika terdapat laserasi episiotomi. Sebagian besar wanita juga reda neyrinya dengan pemberian semprotan anstetik lokal.Perasaan yang sangat tidak nyaman biasanya menandakan suatu masalah, seperti hematoma dalam hari pertama atau lebih, dan infeksi setelah hari ketiga atau keempat.(Williams, 2013).


2.3.4    Fisiologis dan Perawatan pada Masa Nifas
1.    Menentukan masa nifas dan pascanatal
Setelah kelahiran bayi dan keluarganya plasenta, ibu memasuki masa penyembuhan fisik dan psikologis (Ball 1994, Hytten 1995).dari sudut pandang medis dan fisiologis, masa ini disebut dengan nifas, yang dimulai sesaat setelah keluarnya plasenta dan selaput janin serta berlanjut hingga 6 minggu. rasional yang menjelaskan waktu 6 minggu tersebut, atau 42 hari, masih belum jelas, tetapi tampaknya berkaitan dengan kisaran kebisaan budaya dan tradisi selain proses fisiologis yang terjadi pada masa ini. perkiraan pastinya adalah bahwa 6 minggu setelah persalinan, semua system tubuh ibu akan pulih dari efek kehamilan dan kembali pada kondisi mereka saat sebelum hamil.(Myles, 2009).
2.    Pemberian perawatan pascanatal
Ibu pascapartum secara teratur selama 4-5 hari pertama, baik dirumah sakit maupun dirumah.selama kontak ini, praktik kebidanan yang dilakukan adalah melakukan pemeriksaan fisik untuk mengkaji pemulihan ibu baru dari persalinannya.(Myles 2009).

   Perawatan pascanatal adalah perubahan fisiologis yang luar biasa terjadi selama kehamilansehingga tidak mengherankan bila periode penyesuaian fisiologis dan pemulihan setelah akhir kehamilan merupakan hal yang kompleks dan berkaitan erat dengan status kesehatan induvidu secara keseluruhan. (Myles, 2009).
2.3.5    Observasi Fisiologis
Keterampilan asuhan bidan bertujuan untuk mencapai keseimbangan ketika menentukan observasi yang tepat sehingga ia tidak gagal mendeteksi aspek morbiditas potensial. Bagian berikutnya dari bab ini akan mengindetifikasi area fisiologis yang kemungkinan paling mencemaskan  wanita atau menimbulkan morbiditas.(Myles, 2009).


2.3.6    Fisik dan Komplikasi pada Masa Nifas
Perlunya perawatan pascapartum yang berpusat pada ibu dan dilakukan oleh ibu.pendekatan yang berpusat pada ibu dalam asuhan selama periode pascapartum membantu proses pemulihan fisik dan psikologis dengan berfokus pada kebutuhan ibu sebagai individu bukannya memaksakan ibu untuk menjalani paket perawatan rutin. konteks perawatan pascapartum dalam lingkungan social dan etnis ibu harus mempertimbangkan persepsi ibu dan pengalamannya mengenai kehamilan dan persalinan. bidan harus merasa terbiasa dengan latar belakang ini dan mewaspadai dampak yang mungkin muncul pada saat mengkaji apakah kemajuan ibu mengikuti pola pascapartum yang diharapkan.
Dampak komplikasi  obstetric atau medis akan dideskripsikan dalam konteks tinjauan berkelanjutan yang dilakukan oleh bidan terhadap kesehatan ibu selama periodepascanatal. peran bidan dalam kasus ini yang pertama adalah mengindetifikasikan apakah terdapat potensi kondisi patofisioloigis, dan jika memang ada, bidan merujuk ibu untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang tepat(Myles, 2009).

2.3.7 Rawat Gabung
1.    Merawat ibu bersama bayinya atau rawat gabung
2.    Petugas mengajarkan kepada ibu cara memposisikan dan melekatkan bayi pada payudara bagi mereka yang belum dilatih selama pemeriksaan antenatal. Seringkali kegagaln menyusui disebabkan oleh kesalahan memposisikan dan melekatkan bayi. Puting ibu jadi lecet sehingga ibu jadi segan menyusui, produksi ASI berkurang dan bayi jadi malas menyusui.Langkah menyusui yang benar: (Sarwono, 2010).
1.    Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir
2.    Ibu duduk dengan santai, kaki tidak boleh menggantung
3.    Perah sedikit ASI dan oleskan keputing dan aerola sekitarnya. Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
4.    Posisikan bayi dengan benar
a.    Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi diletakkan dekat lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu
b.    Perut bayi menempel ke tubuh ibu
c.    Mulut bayi berada di depan puting ibu
d.    Lengan yang dibawah merangkul tubuh ibu, jangan berada diantara tubuh ibu dan bayi. Tangan yang diatas boleh dipegang ibu atau diletakkan diatas dada ibu
e.    Telinga dan lengan yang diatas berada dalam satu garis lurus
5.    Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar, kemudian dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dan puting serta aerola dimasukkan kedalam mulut bayi.

2.3.8 Tahapan Postpartum
Tahapan Postpartum dibagidalam 3 tahapanyaitu :
1.    Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2.    Puerperium intermedial yaitu suatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi lamanya 6-8 minggu.
3.    Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk  pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
Periode postpartum dibagi menjadi 3 yaitu:
1.    Immediate Puerperium
Keadaan yang terjadi segera setelah persalinan sampai 24 jam sesudah persalinan (0 – 24 jam sesudah melahirkan)
2.    Early Puerperium
Keadaan yang terjadi pada permulaan puerperium. Waktu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari ( 1 minggu pertama)
3.    Late Puerperium
Satu minggu sesudah melahirkan sampai 6 minggu(Saleha, 2009).

2.3.9 Kebijakan Program Nasional Postpartum
Kebijakan program nasional pada postpartum yaitu paling sedikit empat kali melakukan kunjungan pada postpartum, dengan tujuan untuk :
1.    Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2.    Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3.    Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4.    Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya.

Tabel 2.1 Kunjungan Postpartum
Sumber : (Saifuddin, 2006)
Kunjungan    Waktu    Tujuan
1    6-8 jam postpartum    a.    Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri.
b.    Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.
c.    Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
d.    Pemberian ASI awal.
e.    Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f.    Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.
g.    Setelah bidan melakukan pertolongan Persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik.

2    6 hari postpartum    a.    Memastikan involusi uterus barjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
b.    Menilai adanyatanda-tanda demam, infeksidan perdarahan.
c.    Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.
d.    Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukupcairan.
e.    Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
f.    Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.

3    2 minggu postpartum    Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.
4    6 minggu postpartum    a.    Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas.
b.    Memberikan konseling KB secara dini.


Tabel  2.2 Tinggi Fundus Uteri dan Berat Uterus menurut Masa Involusi
Sumber : (Maryunani, 2009)
Waktu    TFU    Bobot Uterus    Diameter Uterus
Bayi lahir    Setinggi pusat    1000 gr   
Plasenta lahir    2 jari dibawah pusat    750 gr    12,5 cm
1 minggu    Pertengahan simfisis-pusat    500 gr    7,5 cm
2 minggu    Tidak teraba diatas simfisis    350 gr    3-4 cm
6 minggu    Bertambah kecil    50-60 gr    1-2 cm
8 minggu    Ukuran normal    30 gr   

1.    Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandun
darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis/anyir seperti darah menstruasi meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi.

Macam – macam lochea, diantaranya:
a.    Lochea rubra: lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding raim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
b.    Lochea sanguinolenta: cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum.
c.    Lochea serosa: lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan/laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.
Lochea alba/putih: mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum.
Lochea rubra yang menetap pada awal periode postpartum menunjukkan adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya sisa/selaput plasenta.
Lochea serosa/alba berlanjut bisa menandakan adanya endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen.
Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan lochea purulenta. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut lochea statis. (Jannah, 2011)
2.    Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata kembali. (Saleha, 2009)
3.    Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. (Saleha, 2009)
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong, berwarna merah kehitaman, konsistennya lunak. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
4.    Vulva dan vagina
Kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu dengan latihan harian senam keagel. (Saleha, 2009)

5.    Ligamen-ligamen
Ligamen, vasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu kehamilan dan persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendur.

2.4 Bayi Baru Lahir
Bayi Baru lahir (BBL) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstra uterin.(Depkes, 2004).
Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. (Saifuddin, 2002).
Pembagian umur bayi baru lahir adalah :
1.    Umur 0 – 7 hari disebut neonatal dini.
2.    Umur 8 – 28 hari disebut neonatal lanjut.
Klasifikasi neonatus menurut masa gestasi yaitu:
1.    Neonatus cukup bulan  (37-42 minggu)      
2.    Neonatus kurang bulan (37 minggu)
3.    Neonatus Lebih  bulan  (42 minggu)
Klasifikasi Neonatus menurut Berat lahir yaitu:
1.    Sesuai masa kehamilan (2500-4000)
2.    Kecil  masa kehamilan (<2500)
3.    Besar masa kehamilan (>4000)
Klasifikasi Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan
1.    Berat antara 2500-4000 gram
2.    Panjang badan 45-54cm
3.    Lingkar kepala 33-37cm
4.    Lingkar dada biasanya 2cm lebih kecil dari lingkar kepala.

2.4.1 Tanda-tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir
Tanda bahaya pada bayi baru lahir, diantaranya :
1.    Pernafasan  sulit atau lebih dari 60 per menit.
2.    Kehangatan  terlalu panas (>38C atau terlalu dingin <36C)
3.    Warna kulit, kuning (terutama pada 24 jam pertama dan hari ke 11), biru atau pucat, memar.
4.    Pemberian ASI  hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah.
5.    Tali pusat, merah, bengkak, keluar cairan, bauk busuk, berdarah.
6.    Infeksi ; suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau busuk, pernafasan sulit.
7.    Tinja / kemih ; Tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering, hijau tua ada lendir atau darah pada tinja.
8.    Aktivitas ; Menggigil, atau tangis tidak biasa, sangat mudah tersinggung, lemas-lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang halus, tidak bisa tenang, menangis terus menerus. (Saifuddin. 2006).

2.4.2 Inisiasi Menyusu Dini
Pada tahun 1992 WHO/UNICEF mengeluarkan protocol tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sebagai salah satu dari evidence for the ten steps to successful breastfeeding yang harus diketahui oleh setiap tenaga kesehatan. 
IMD merupakan program yang didasarkan pada hasil penelitian yang membuktikan bahwa kontak bayi dengan ibunya seawal mungkin setelah lahir akan berdampak positif untuk perkembangan bayi.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ini dilakukan dengan cara, sesaat setelah bayi lahir tempatkan bayi di atas perut ibunya dalam posisi tengkurap. Selanjutnya ditutup dengan selimut. Biarkan terjadi kontak kulit antara ibu dengan bayi. Biarkan bayi merangkak dan berusaha untuk mencari sendiri puting susu ibunya dan selanjutnya bayi akan menyusu. Kita tidak perlu mengkhawatirkan mengenai kemungkinan terjadi hipotermi pada bayi karena secara otomatis kulit ibu akan membuat stabil suhu tubuh bayi.
Dengan demikian, IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran hormon oksitosin, prolaktin dan secara psikologis dapat menguatkan ikatan batin antara ibu dan bayi.

2.4.3  Manfaat IMD
1.    Untuk Ibu
1)    Meningkatkan hubungan khusus antara ibu dan bayi.
2)    Merangsang kontraksi otot rahim sehingga mengurangi risiko perdarahan sesudah melahirkan.
3)    Memperbesar peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan kegiatan menyusui selama masa bayi.Mengurangi stres ibu pasca persalinan.
2.    Untuk Bayi
Mempertahankan suhu bayi tetap hangat.
a)    Menenangkan ibu dan bayi serta meregulasi pernafasan dan detak jantung.
b)    Memungkinkan bayi untuk menemukan sendiri payudara ibu untuk memulai menyusu.
c)    Bayi akan terlatih motoriknya saat menyusu.
d)    Membantu perkembangan persyarafan bayi (nervous system).
e)    Memperoleh kolostrum yang sangat bermanfaatbagi sistem kekebalan tubuh bayi.

2.4.4 Pemeriksaan pada saat lahir
Semua bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan pemeriksaan lengkap cepat diruang persalinan secepat mungkin setelah kelahiran untuk memastika bahwa secara penampakkan luar, bayi tampak normal, dan untuk mengkaji adaptasi terhadap kehidupan normal diluar kandungan. Jika dikenali ada cacat, bayi harus mendapatkan bantuan medis. Jika memungkinkan, pemeriksaan bayi sebaiknya dilakukan disamping orang tua. Bidan harus berbicara dengan orang tua ketika memeriksa bayi, sambil menjelaskan temuan. Sebelum memeriksa bayi, bidan harus mencuci tangan untuk mencegah penyebaran infeksi. Tangannya harus hangat untuk mencegah bayi menggigil. Selama menjalani pemeriksaan, pakaian bayi harus dibuka dilingkungan yang hangat dan bebas dari aliran udara dingin. Lampu yang terang harus tersedia untuk memudahkan bidan memeriksa bayi dengan cermat. Pemeriksaan dilakukan dengan cara yang teratur dari kepala hingga tumit. Simetri bagian tubuh secara keseluruhan harus diperiksa. Kulit yang rusak atau abrasi harus dicatat. (Myles, 2009)

2.4.5 Perawatan neonatus
Tugas bidan dalam perawatan bayi normal adalah memastikan bayi dalam kondisi nyaman, telah makan, dan memfasilitasi terbinanya hubungan antara orang tua bayi. Selain itu, penting untuk memastikan bayi terlindung dari : (Myles, 2009).
a.    obstruksi jalan nafas
b.    hiportemia
c.    infeksi
d.    cedera dan kecelakaan

2.4.6 Pencegahan hiportermia
Pemajanan yang berlebihan pada bayi harus dihindari untuk mencegah kehilangan nafas. Jiuka memungkinkan, suhu ruangan harus dipertahankan sekitar 18°-21°C. Di rumah sakit, dan ditempat yang suhu nya lebih tinggi dapat dipertahankan, bayi sebaiknya diberi pakaian dari wol dan diselimuti dengan dua selimut. Selimut tambahan dibawah seprai terbawah akan memberi panas tambahan bagi bayi yang mengalami kesulitan mempertahakan suhu tubuh yang stabil. Di rumah atau di lingkungan dingin, di perlukan selimut tambahan. Air mandi sebaiknya hangat (36°C), dan pakaian basah harus diganti sesegera mungkin. Penting untuk menghindari lingkungan yang telalu panas. Orang tua harus disarankan untuk mempertimbangkan suhu ruangan ketika memakaikan baju pada bayi mereka. Pembedongan harus cukup longgar untuk memfasilitasi gerakan tangan dan kaki sehingga mempermudah penyesuaian postur sebagai respons terhadap perubahan suhu. (Myles, 2009).

2.4.7 Pencegahan Infeksi
Kulit bayi rentan terhadap infeksi sehingga integritas dan keseimbangan pH dapat dipertahankan. Bayi sebaiknya dilengkapi dengan peralatan mereka sendiri. Persediaan seprai yang cukup sangat penting, terutama di rumah sakit. Jumlah orang yang merawat bayi harus dibatasi. Petugas kesehatan yang dapat menjdai sumber infeksi tidak boleh merawat bayi, dan serta kerabat yang menderita flu atau radang tenggorokan (terutama anak-anak) sebaiknya tidak berkunjung. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani bayi sangat penting. Infeksi silang dapat menjadi masalah khusus di rumah sakit. Untuk alasan ini, rawat gabung dan informasi yang jelas kepada orang tua terkait dengan pentingnya mencuci tangan di rekomendasikan. Pemakaian gaun ketika merawat bayi tidak terlalu penting . (Myles, 2009)




Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Comment

Random Post

Powered by Blogger.
 
Support : Kebidanan | Bidan | Seputar Kebidanan
Copyright © 2013. Kebidanan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger